Thursday, February 25, 2016

TAHLILI SAJA MAYITMU SAMPAI 7 HARI, NO PROBLEM !

TAHLILI SAJA MAYITMU SAMPAI 7 HARI, NO PROBLEM !
Jika ada di antara umat Islam, yang benar-benar penganut Ahlus sunnah wal jamaah, tengah mendapatkan musibah ditinggal wafat oleh anggota keluarganya, maka hendaklah handai taulan mayit itu mengamalkan ajaran para Shahabat Nabi SAW dan para Tabi’in, yaitu mentahlili mayitnya itu selama 7 hari.
Adapun salah satu ajaran para Shahabat dan para Tabi’in itu telah diriwayatkan oleh Imam Suyuthi Rahimahullah dalam kitab Al-Hawi li al-Fatawi-nya, beliau mengatakan bahwa Imam Thawus Attabi’i berkata: “Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia itu difitnah (diuji) dalam kuburannya selama 7 hari, karena itu mereka (para shahabat Nabi SAW) menganjurkan (bersedekah) memberi makanan atas nama para mayit itu pada hari-hari tersebut “.
Dalam riwayat lain disebutkan: Dari Ubaid bin Umair beliau berkata: “Dua orang yakni seorang mukmin dan seorang munafiq memperoleh fitnah kubur. Adapun seorang mukmin maka ia difitnah (diuji) selama tujuh hari, sedangkan seorang munafiq disiksa selama empat puluh hari“. Menurut Imam Suyuthi, para perawinya adalah shahih. (al-Hawi) li al-Fatawi, juz III hlm. 266-273, Imam As-Suyuthi).
Adapun, sebagaimana dimaklumi oleh umat Islam, bahwa sedekah itu sendiri dalam pandangan syariat adalah bervariatif, sebagaimana disebut dalam sabda Nabi SAW:
“Bukankah Allah telah menjadikan untuk kalian sesuatu yang kalian bisa sedekahkan? Sesungguhnya setiap ucapan tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap ucapan tahlil adalah sedekah, amar ma’ruf adalah sedekah, nahi munkar adalah sedekah, dan pada kemaluan kalian juga terdapat sedekah.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah orang yang mendatangi syahwatnya di antara kami juga akan mendapatkan pahala?” Beliau menjawab, “Bagaimana menurut kalian jika dia menyalurkan syahwatnya pada sesuatu yang haram, apakah dia akan mendapat dosa? Maka demikian pula jika dia menyalurkannya pada sesuatu yang halal, dia pun akan mendapatkan pahala.” (HR. Mu slim)
Dari Abu Hurairah RA beliau berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Setiap anggota tubuh manusia wajib disedekahi, setiap hari dimana matahari terbit lalu engkau berlaku adil terhadap dua orang (yang bertikai) adalah sedekah, engkau menolong seseorang yang berkendaraan lalu engkau bantu dia untuk naik kendaraanya atau mengangkatkan barangnya adalah sedekah, ucapan yang baik adalah sedekah, setiap langkah ketika engkau berjalan menuju shalat adalah sedekah dan menghilangkan gangguan dari jalan adalah sedekah”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Adapun dalam kegiatan tahlilan itu sendiri mencakup pembacaan surat Yasin seperti yang diperintahkan oleh Nabi SAW: Bacakanlah surat Yasin untuk mayit kalian. (HR. Abu Dawud).
Kemudian membaca kalimat thayyibah seperti: Tahlil, Takbir, Tahmid, Hasbana, Hauqala, Istighfar, Shalawat Nabi, serta doa-doa untuk kebaikan mayit, Semua amalan ini termasuk dalam kategori sedekah yang dianjurkan oleh Nabi SAW sebagai ibadah sunnah.
Belum lagi, keluarga yang ketempatan dalam kegiatan tahlilan rutin di kampung-kampung, atau para tetangga dari keluarga yang terkena musibah, umumnya ikut mengeluarkan sedekah berupa suguhan bagi para pelayat, yang mana amalan ini juga termasuk sunnah bagi umat Islam.
Jadi menentukan tahlilan untuk mayit dalam keadaan apapun, serta dalam waktu kapanpun, khususnya memilih waktu pada hari ke 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 itu bukanlah tradisi Hindu seperti yang dituduhkan oleh kaum Wahhabi, namun telah dicontohkan dan diamalkan oleh para Shahabat dan para Tabi’in sebagaimana tersebut di atas.


MENGENAL IMAM THAWUS
Beliau adalah Abu Abdirrahman Thawus bin Kaisan al-Yamani al-Himyari maula Bakhir bin Kuraisan al-Himyari, termasuk keturunan bangsa Persia. Ibu beliau dari keturunan Persia, sedang ayah beliau dari Qasith.
Beliau termasuk kibaar at-taabi’iin, sangat dikenal dalam memberi wasiat dan nasihat, dan tidak gentar dalam meluruskan setiap kesalahan. Sebab itu, beliau banyak disegani oleh s etiap kaum muslimin sampaipun oleh para raja dan khalifah kaum muslimin.
Ada yang berkata bahwa nama asli beliau adalah Dzakwan, sedangkan Thawus adalah nama julukan. Diriwayatkan dari Yahya bin Ma’in ia berkata, “Beliau dijuluki Thawus (burung merak) karena beliau banyak menimba ilmu (berkeliling) kepada para qurraa’ (ahli qiraah).” [Tahdzibul Kamal 13/357]
Beliau lahir di zaman para sahabat, sehingga beliau banyak berjumpa dan menimba ilmu dari para sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, di antaranya adalah Jabir bin Abdillah, Abdullah bin Abbas, Mu’adz bin Jabal, Abdullah bin Umar, Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhum, dan para kibaar ash-shahaabah lainnya. Bahkan beliau juga menimba ilmu kepada Ummul Mukminin Aisyah radhiyallaahu ‘anhaa.
Demikian ilmu dan pemahaman yang beliau dapatkan dari para pendahulunya itu pun beliau ajarkan kepada orang-orang yang setelahnya, karena merekalah para penerus dakwah. Sebut saja di antara murid-murid beliau yang ternama seperti Wahb bin Munabbih, Atha’ bin Abi Rabah, Amr bin Dinar, Mujahid, Laits bin Abi Salim –rahimahumullaah-, dan yang lainnya.
Berkata adz-Dzahabi rahimahullaah, “Aku berpendapat bahwa beliau dilahirkan pada masa khilafah Utsman radhiyallaahu ‘anhu atau sebelum itu.” [Siyar A’lam an-Nubala’ 5/38]
Diriwayatkan dari Abdul Malik bin Maisarah dari Thawus rahimahullaah ia mengatakan, “Sungguh aku bertemu dengan 50 orang sahabat-sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.” [Tahdzibut Tahdzib 5/9].
PUJIAN ULAMA KEPADA IMAM THAWUS
Beliau memiliki bagian yang banyak dalam hal mengambil ilmu dan mengajarkan kepada umat, yang dengan itulah nama beliau tidak asing bagi para penuntut ilmu.
Berkata Ibnu Hibban rahimahullah, “Thawus adalah ahli ibadah penduduk Yaman, ahli fiqih mereka, dan termasuk salah satu pembesar tabi’in.” [Ats-Tsiqat 4/391]
Berkata Hubaib bin asy-Syahid rahimahullaah, “Aku berada di sisi Amr bin Dinat lalu disebutlah perihal Thawus, lalu ia (Amr bin Dinar) mengatakan, ‘Aku tidak melihat seorang pun yang semisal Thawus.’” [Al-J arh wat Ta’dil 4/2203]
Dari Utsman bin Sa’id rahimahullaah ia berkata, “Aku berkata kepada Yahya bin Ma’in, ‘Apakah Thawus lebih engkau cintai atau Sa’id bin Zubair?’ Beliau menjawab, ‘Ia seorang yang tsiqah yang tidak diperbandingkan.’”
Atha’ bin Abi Rabah [lihat biografi beliau pada majalah AL-FURQON edisi 107] rahimahullaah meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas radhiyallaahu ‘anhumaa bahwa beliau mengatakan, “Sungguh aku menyangka bahwa Thawus adalah termasuk penduduk surga.” [Siyar A’lam an-Nubala’ 5/39].

No comments:

Post a Comment